Sekolah Besar Bisa Terlihat dari Bagaimana Memperlakukan “Mantan”

Blog

OLeh : Pujiono Ketua FGM Kab. Boyolali

Hari ini, 18 Agustus 2025, saya berkesempatan menghadiri Bedah Buku di Gedung Siti Walidah dengan tema “Membangun Sekolah Berkemajuan Berbasis Masjid” karya Drs. KH. Marpuji Ali, M.Si. Acara ini juga dihadiri oleh Wamendikdasmen, Fajar Riza Ul Haq. Suasana begitu hangat, apalagi melihat sosok KH. Marpuji Ali yang di usianya ke-74 masih tetap produktif, energik, dan terus memberi inspirasi.

Salah satu pesan penting yang beliau sampaikan adalah: “Mengembangkan AUM itu harus rukun dan jangan melupakan orang lama.” Pesan sederhana ini sesungguhnya mengandung filosofi besar, terutama dalam konteks dunia pendidikan Muhammadiyah.

Di Perguruan Muhammadiyah Kota Barat misalnya, meskiDr. Muhammad Ali kini berkarya di UMS, namun beliau tetap ada ikatan batin bahkan tetap ada ruang berkontribusi sumbangsih kemajuan lembaga. Inilah cermin bijak sebuah institusi: menghormati dan merangkul peran “mantan” pemimpin agar pengalamannya tidak hilang begitu saja.

Tidak berlebihan jika saya menulis opini ini dengan judul: “Sekolah Besar Bisa Terlihat dari Bagaimana Memperlakukan “Mantan”.

Fenomena yang Sering Terjadi

Dalam realitas di lapangan, tidak sedikit sekolah Muhammadiyah yang justru terjebak pada konflik internal setelah pergantian kepala sekolah. Ada mantan kepsek yang kembali menjadi guru tetapi dibuat tidak nyaman, hingga akhirnya memilih pindah ke sekolah lain. Ada yang masih bertahan di Muhammadiyah meski lintas kabupaten, ada pula yang tragis: hijrah ke yayasan lain, atau bahkan mendirikan sekolah baru.

Tentu saja kondisi ini berdampak pada perkembangan sekolah. Alih-alih bertumbuh, sekolah justru terhambat karena kehilangan jaringan, pengalaman, dan kepercayaan masyarakat yang selama ini terbangun.

Bahkan, ada kepsek baru yang merasa lebih mampu lalu buru-buru mengganti hal-hal yang sebetulnya sudah mapan, termasuk akun media sosial sekolah yang sudah dikenal masyarakat luas. Padahal, sejelek-jeleknya kepsek lama, jika ia sudah memimpin dua periode atau lebih, pasti memiliki jaringan, pengalaman, dan kontribusi berharga.

Kepemimpinan Sekolah Bukan Jabatan Politik

Perlu disadari, kepala sekolah swasta—termasuk Muhammadiyah—bukanlah jabatan politik yang setiap kali berganti pejabat, maka otomatis berubah haluan program. Sekolah adalah institusi jangka panjang yang membutuhkan rencana strategis berkesinambungan. Terutama dalam hal trust atau kepercayaan masyarakat, yang menjadi modal sosial utama.

Karena itu, cara memperlakukan “mantan” kepsek menjadi ukuran kedewasaan sebuah sekolah. Bila sekolah mampu menghormati, melibatkan, dan tetap memberi ruang kontribusi kepada para mantan pemimpinnya, maka sekolah itu akan menjadi besar. Sebab ia tidak pernah kehilangan memori, pengalaman, dan jejaring yang telah dibangun.

Penutup

Sekolah besar tidak hanya diukur dari megahnya bangunan, banyaknya siswa, atau prestasi akademik semata. Sekolah besar justru dapat terlihat dari bagaimana ia memperlakukan para mantan kepseknya.

Menghargai yang lama bukan berarti menghambat yang baru, tetapi justru memperkuat kesinambungan. Inilah pesan yang terus diwariskan oleh KH. Marpuji Ali: membangun dengan rukun, merangkul semua generasi, dan menjaga agar setiap energi tetap berada dalam barisan Persyarikatan.

Pujiono
Ketua FGM Kabupaten Boyolali

Siti walidah UMS, 18 Agustus 2025

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *