إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه
قال الله تعالى فى كتابه الكريم، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
وقال تعالى، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ، فإِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ
Ummatal Islam,
Tidak ada yang lebih mulia daripada Tauhidullah ‘Azza wa Jalla, tidak ada ilmu yang paling penting kecuali mentauhidkan Allah dan berilmu tentang hak Allah Jalla wa ‘Ala, tidak ada sesuatu yang lebih penting untuk kita pikirkan kecuali yaitu untuk mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka kewajiban seorang hamba untuk berusaha merealisasikan tauhid sesempurna mungkin dalam kehidupannya. Karena dengan tauhid lah kita bisa masuk ke dalam surga. Tanpa tauhid, mustahil kita masuk ke dalam surga. Karena sesungguhnya Allah menjamin surga itu hanya orang-orang yang meninggal dalam keadaan mengucapkan Laa Ilaaha Illallah, Allah memberikan surga bagi mereka yang wafat diatas Laa Ilaaha Illallah. Rasulullah bersabda:
مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Siapa yang meninggal dunia dalam keadaan dia berilmu tentang apa yang diinginkan oleh kalimat Laa Ilaaha Illallah, maka ia pasti masuk ke dalam surga.” (HR. Muslim)
Lihat juga: Syarat-Syarat Laa Ilaaha Illallah
Bahkan Allah akan haramkan atas api neraka orang-orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah karena mengharapkan wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan orang yang tauhidnya sempurna, ia masuk surga tanpa hisab dan adzab. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Diperlihatkan kepadaku umat-umat pada hari kiamat, maka aku melihat ada seorang Nabi diikuti suatu kaum, ada lagi Nabi yang diikuti oleh satu atau dua orang saja, ada lagi Nabi yang tidak ada pengikutnya sama sekali.”
Karena memang, ya Akhi, dakwah bukan untuk mencari pengikut, akan tetapi dakwah itu adalah untuk menyampaikan risalah, yang memberikah hidayah hanyalah Allah Jalla wa ‘Ala.
Kemudian kata Rasulullah: “Tiba-tiba diperlihatkan kepadaku kelompok yang besar, aku mengira itu adalah umatku, sesungguhnya itu adalah Musa dan kaumnya. Kemudian diperlihatkan kepadaku kelompok lain yang besar, lalu dikatakan kepadaku: ‘Itu umatmu, di dalam umatmu ada 70.000 orang yang masuk surga tanpa hisab dan adzab.’”
Kemudian Rasulullah pun bangkit dan masuk ke dalam rumahnya. Rupanya para sahabat berbincang-bincang sampai malam mempertanyakan siapa yang bisa masuk surga tanpa hisab dan adzab itu luar biasa.
Diwaktu pagi Rasulullah keluar lalu mereka bertanya kepada Rasulullah, maka Rasulullah bersabda:
هُمُ الَّذِينَ لاَ يَسْتَرْقُونَ ، وَلاَ يَكْتَوُونَ ، وَلاَ يَتَطَيَّرُونَ ، وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Mereka adalah orang-orang yang tidak minta diruqyah, tidak berobat dengan cara kay (besi yang dipanaskan), tidak pula menganggap sial dengan burung atau sesuatupun yang lain, dan mereka hanya bertawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja.” (HR. Bukhari)
Menunjukkan akan kesempurnaan tauhid. Padahal minta diruqyah boleh apabila dibutuhkan, akan tetapi ia tetap meninggalkannya karena khawatir tauhidnya akan tercoreng oleh minta ruqyah tersebut. Ini saking menunjukkan tawakalnya yang sangat kuat kepada Allah Jalla wa ‘Ala, dia yakin bahwa yang bisa memberi manfaat dan mudzarat hanya Allah, sehingga pada waktu itu dia menjadi hamba yang senantiasa tunduk kepada Allah.
Lihat Nabi Ibrahim, beliau adalah Nabi yang sangat mentauhidkan Allah, Allah menyifati Nabi Ibrahim dengan kesempurnaan tauhid. Allah mengatakan:
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِّلَّـهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ ﴿١٢﴾٠
“Ibrahim adalah seorang suri tauladan yang senantiasa tunduk dan patuh kepada Allah dan penuh kekhusyu’an dan ia senantiasa menyimpang dari kesyirikan, senantiasa tegar di atas tauhidullah dan ia tidak pernah mempersekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. An-Nahl[120])
Subhanallah, Nabi Ibrahim disifati dengan empat sifat yang luar biasa.
- Yang pertama beliau adalah qudwah, uswatun hasanah, suri tauladan yang baik.
- Yang kedua beliau adalah orang yagn senantiasa tunduk dan patuh kepada Allah.
- Yang ketiga beliau hanif, senantiasa mentauhidkan Allah.
- Dan beliau tidak pernah mempersekutukan Allah sedikitpun juga.
Maka saudaraku, kenalilah hak Allah ini. Karena sesungguhnya hak Allah inilah yang akan menyebabkan seseorang selamat dari adzab api neraka.
Disebutkan dalam hadits riwayat Ibnu Majah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
يُصَاحُ بِرَجُلٍ مِنْ أُمَّتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ فَيُنْشَرُ لَهُ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ سِجِلاًّ كُلُّ سِجِلٍّ مَدَّ الْبَصَرِ
“Akan dipanggil nanti pada hari kiamat seorang laki-laki di hadapan seluruh manusia lalu ditampakkanlah 99 catatan. Setiap catatannya sejauh mata memandang isinya dosa.”
Kemudian Allah bertanya kepada si hamba ini: “Apakah kamu punya alasan?”
Si hamba berkata: “Tidak”
Lalu Allah berfirman lagi: “Apakah malaikat yang mencatat amalmu telah mendzalimi kamu?”
Orang ini berkata: “Tidak Ya Allah.”
Maka kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengeluarkan sebuah kartu yang bertuliskan Laa Ilaaha Illallah. Lalu si hamba ini berkata: “Ya Rabb, apa hebatnya kartu ini dibandingkan dengan 99 catatan yang isinya semua dosa?”
Allah berfirman: “Kamu tidak didzalimi.” Lalu kemudian ditimbanglah, disimpanlah kartu Laa Ilaaha Illallah dalam satu neraca dan 99 catatan dalam satu neraca yang lain. Ternyata lebih berat neraca Laa Ilaaha Illallah.
Rupanya ia tidak pernah mempersekutukan Allah sedikitpun juga, sehingga tauhidnya itu menggugurkan dosa-dosanya sebanyak apapun. Oleh karena itu dalam riwayat Tirmidzi, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman:
يَا ابْنَ آَدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِيْ بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لقِيْتَنِيْ لاَتُشْرِكُ بِيْ شَيْئَاً لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغفِرَةً
“Wahai anak Adam, kalaulah kamu datang membawa dosa sepenuh bumi, kemudian kamu meninggal bertemu denganKu dalam keadaan kamu tidak mempersekutukan Aku sedikitpun juga, Aku akan datang membawa ampunan sepenuh bumi juga.” (HR. Tirmidzi)
Luar biasa, saudaraku..
Kewajiban kita mentauhidkan Allah sampai kita meninggal duni. Siapa yang meninggal diatas kesyirikan maka haram dia masuk ke dalam surga Allah. Allah berfirman:
إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللَّـهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّـهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ
“Sesungguhnya siapa yang mempersekutukan Allah, sungguh Allah haramkan ia masuk ke dalam surga, ia kekal dalam api neraka selama-lamanya.” (QS. Al-Maidah[5]: 72)
أقول قولي هذا واستغفر الله لي ولكم
KHUTBAH KEDUA – KHUTBAH JUMAT SINGKAT TENTANG REALISASI TAUHID DALAM KEHIDUPAN
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله، نبينا محمد و آله وصحبه ومن والاه، أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أنَّ محمّداً عبده ورسولهُ
Ummatal Islam,
Jangan kita merasa bahwa tauhid kita telah sempurna. Berapa banyak orang yang sudah lama belajar tentang tauhid, mempelajari Kitabut Tauhid, ternyata dalam aplikasinya sangat kurang sekali, tawakalnya sangat kurang kepada Allah, keikhlasannya kurang, sehingga ia masih mengharapkan pujian manusia dan ketenaran. Padahal dia mungkin sudah hafal kitab-kitab tauhid, karena tauhid itu bukan hanya sebatas teori, saudaraku. Akan tetapi tauhid itu aplikasi dalam kehidupan kita.
Demi Allah! Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, 5 hari sebelum wafat masih mengkhawatirkan tauhidnya para sahabat. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada 5 hari sebelum wafat bersabda:
لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى اليَهُودِ وَالنَّصَارَى ، اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
“Ketahuilah, semoga laknat Allah atas orang-orang Yahudi dan Nasrani karena mereka mengambil kuburan Nabi mereka sebagai masjid.” (HR. Bukhari)
يُحَذِّرُ مَا صَنَعُوا
Beliau mewanti-wanti jangan para sahabat melakukannya.
Bayangkan, saudaraku.. Kalau para sahabat saja yang imannya sudah luar biasa sangat kokoh di saat itu, bagaimana dengan kita? Maka kewajiban kita jangan pernah kita merasa aman dari kesyirikan. Nabi Ibrahim saja tidak pernah merasa aman dari kesyirikan, bahkan Nabi Ibrahim berdoa:
وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعْبُدَ الْأَصْنَامَ
“Ya Allah, jauhkan aku dan anak-anakku untuk menyembah berhala.” (QS. Ibrahim[14]: 35)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun berdoa kepada Allah meminta perlindungan dari kesyirikan. Padahal dua Nabi ini adalah إمام التوحيد, mereka yang paling mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka kewajiban kita untuk terus kita pelajari tauhid, terus kita mengoreksi tauhid kita dalam kehidupan kita, introspeksi diri, apakah tawakal kita sudah benar-benar kuat kepada Allah? Apakah rasa takut kita kepada Allah sudah benar-benar kuat kepada Allah? Apakah cinta kita kepada Allah telah kuat? Ataukah selama ini ternyata kita hanya sebatas di lisan saja? Tapi ternyata kita tidak mencintai Allah, ataupun cinta tapi sangat kurang cinta kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، فَيَا قَاضِيَ الحَاجَات
اللهم تقبل أعمالنا يا رب العالمين، اللهم وتب علينا إنك أنت التواب الرحيم، اللهم اصلح ولاة أمورنا يا رب العالمين، واجعلنا من التوابين واجعلنا من المتطهرين
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عباد الله:
إِنَّ اللَّـهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
فَاذْكُرُوا الله العَظِيْمَ يَذْكُرْكُم، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُم، ولذِكرُ الله أكبَر
Penulis : Mahasantri Pondok Hajjah Nuriyah Shabran
Editor : Abdul Malik Karim Amrulloh (Amka).