MEMIMPIKAN RS PKU AISYIYAH BOYOLALI
oleh Thontowi Jauhari (Wakil Direktur RS PKU Aisyiyah)
Hari Ahad, 2 Juni 2024, sekitar jam 12.30, dilakukan penandatanganan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) atas tanah hak milik nomor : 6307, seluas : 501 m² (lima –
ratus satu meter persegi), yang terletak di Desa Karanggeneng, Kecamatan Boyolali, Kabupaten Boyolali di depan Notaris-PPAT Sri Wahyuni. Tepatnya, tanah itu berlokasi sebelah utara persis Gedung Baru (Gedung A) RS PKU Aisyiyah Boyolali.
Penandatanganan dilakukan oleh penjual Dadi Susanto b Mitroprawiro atau Dodi Susanto, sebagaimana tertulis dalam KTP dan pembeli, dr Zahrosofi Ahmadah, mewakili RS PKU Aisyiyah Boyolali, dalam posisinya sebagai direktur.
Tanah itu sebenarnya milik Marsusi, ayah Dodi Susanto. Dalam hukum adat Jawa, biasa terjadi, aset tanah diatasnamakan anak. Biasanya anak pertama, namun Dodi itu anak kedua.
Jika terjadi sengketa waris, dan ada tanah yang diatasnamakan anak, tidak berarti itu milik anak tersebut. Tanah itu berstatus tanah waris dan harus dibagi kepada ahli waris menurut hukum.
Saat penandatanganan PPJB tersebut, anganku langsung melayang. Memimpikan jangka pendek, setidaknya tanah tersebut bisa menutup kekurangan ruangan pelayanan, yakni ruang Rehabilitasi Medik, ruang rawat inap ibu melahirkan dan ruang rawat inap standar dan VIP.
Mimpiku jangka panjang, penambahan aset tanah tersebut kian membuatku optimis, rumah sakit ini benar-benar bisa mencapai posisi menjadi rumah sakit pilihan utama masyarakat.
Dalam pilihan diksi dr Anang : “RS PKU Aisyiyah Boyolali harus menjadi rumah sakit terbaik di Boyolali”.
Iya, mimpi itu harus diciptakan. Mimpi dalam arti mencita-citakan. Siapapun itu, atau lembaga apapun, mimpi raihan prestasi puncak harus sudah ada dalam setiap benak yang hidupnya ingin berprestasi.
Dalam pendekatan teologis, mimpi itu doa, yang bisa di-aminkan oleh para malaikat. Bukan hanya mimpi yang lebih bersifat positif, perkataan negatif, itu juga menjadi doa. Hati-hati ngomong negatif.
Maka, menjadi kewajiban bagi kita, untuk senantiasa berkata positif, agar menjadi doa dan di-aminkan malaikat.
Banyak fakta terjadi, guyonan tentang kita, menjadi fakta dikemudian hari. Itulah teologis, mendekatkan yang bersifat agamis atau keimanan.
Terbelinya tanah tersebut juga karena mimpi kita. Terus terang, saya sering membayangkan, dari cendela atas ruang OK, tanah ini akan kami jadikan penambahan kebutuhan ruang RS.
Dalam rapat-rapat juga sering saya sampaikan, tentang rencana penambahan ruang di atas tanah itu. Tampaknya, teman-teman juga ada yang menghendaki itu.
Ternyata, membayangkan barang milik orang lain, dengan maksud membelinya, itu juga jadi doa. Dan bisa dikabulkan.
Dalam konteks motivasi, mimpi adalah faktor utama kegigihan orang meraih prestasi. Tidak ada orang yang berprestasi, tanpa didahului mimpi. Mimpi akan mendorong effort tiada lelah dan putus asa.
Banyak orang yang mempunyai IQ tinggi atau cerdas, namun karena tidak punya mimpi, ia tidak meraih prestasi dalam hidupnya. Akan menjadi orang biasa-biasa saja.
Maka, jika diibaratkan, meraih prestasi itu seperti orang menaiki anak tangga puncak, mimpi adalah injakan anak tangga pertama. Seseorang yang ingin meraih prestasi puncak, tentu harus melalui berbagai anak tangga langkah berupa effort atau usaha yang gigih.
Ketika ada orang ingin melompat, dari anak tangga pertama, langsung anak tangga puncak, pasti jatuh. Itulah hukum alam.
Ketika kita hanya berhenti pada mimpi, kemudian kerjaannya rebahan, maka yang diraih hanya ngantukan, atau gampang gantuk.
Ini mungkin bisa menjadi sindiran untuk generasi Z, yang sering disebut generasi instan, tidak mau gigih berusaha. Sukses itu, konon, dalam pengertian generasi Z, juga bersifat instan.
Saya sering melakukan wejangan terhadap anak-anak saya, jangan menjadi generasi rebahan, jadilah generasi penuh juang. Cerdas diikuti dengan penuh juang, menghasilkan prestasi optimal. Biasa-biasa saja, diikuti dengan penuh juang juga akan menghasilkan prestasi optimal.
Maka, hai anak-anakku, punya mimpi, diikuti ada passion dalam bidang yang disukai, dibalut dengan usaha gigih tanpa lelah dan putus asa, prestasi atau sukses hidup sudah ada di depan mata.
Kembali ke mimpi rumah sakit kita, saya ingin agar mimpi masa depan kemajuan rumah sakit ini menjadi mimpi bersama, seluruh civitas hospitalia. Mimpi para personalia yang terlibat di manajemen, lebih-lebih di tingkat direksi.
Sudah sering saya sampaikan, dalam pengertian hukum, direksi itu pengusaha. Mbak Rusi sampai hafal.
Jiwa pengusaha, senantiasa ingin memperoleh “keuntungan dan keuntungan” perusahaan. Posisi direksi, menuntutnya, bekerja sebagai penguasa dan ingin perusahaan di tempat ia kerja, menjadi besar dan besar.
Maka, direksi itu bukan pegawai. Tidak terikat regulasi kepegawaian. Tidak ada batas usia pensiun, sampai kapan pun, selama dikehendaki pemilik perusahaan.
Bagi pemilik, mimpi perusahaan tentu harus yang lebih melambung, setinggi langit. Tugas pemilik itu harus mampu men-drive direksi dengan target-target capaian untuk wujudkan mimpi-mimpi tersebut.
Kalau saja pemilik tidak mempunyai mimpi, lha direksi gak bisa bermimpi. Dus perusahaan (RS) gak berkembang. Pancet ngono ae.
Yuuuk bermimpi. RS PKU Aisyiyah Boyolali menjadi rumah sakit yang unggul dan berkemajuan. Unggul itu lebih tinggi dibandingkan yang lain. Berkemajuan itu langkahnya mendahului yang lain.
Semoga mimpi kita ini menjadi doa, dan di-aminkan para Malaikat. Aamien
Makkah, 22 Juni 2024
Thontowi Jauhari, wakil direktur RS PKU Aisyiyah Boyolali.