PENGEMBANGAN EDUPRENEURSHIP DI SEKOLAH
Edupreneurship merupakan bagian dari entrepreneurship yang unik di bidang pendidikan. Entrepreneurship adalah usaha kreatif atau inovatif dengan melihat atau menciptakan peluang dan merealisasikannya menjadi sesuatu yang memiliki nilai tambah (ekonomi, sosial, dll). Entrepreneurship di bidang sosial disebut sosiopreneurship, di bidang edukasi disebut edupreneurship, di internal perusahaan disebut interpreneurship, di bidang bisnis teknologi disebut teknopreneurship (Ikhwan Alim, 2009).
Oxford Project, (2012) menjelaskan edupreneurship adalah sekolah-sekolah yang selalu melakukan inovasi yang bermakna secara sistemik, perubahan transformasional, tanpa memperhatikan sumber daya yang ada, kapasitas saat ini atau tekanan nasional dalam rangka menciptakan kesempatan pendidikan baru dan keunggulan. Dua pengertian tersebut mengandung makna yang berbeda. Dalam pengertian pertama, edupreneurship lebih banyak berorientasi pada profit yang banyak memberi keuntungan finansial. Definisi kedua lebih umum yaitu semua usaha kreatif dan inovatif sekolah yang berorientasi pada keunggulan.
Langkah-langkah dalam pengembangan edupreneurship di sekolah adalah sebagai berikut:
Penyiapan kapasitas pendidik/ guru
Langkah awal pengembangan edupreneurship adalah menyiapkan guru yang mampu membimbing siswa agar mereka memiliki jiwa entrepreneur. Jika sumberdaya guru sudah siap, kebijakan peningkatan mutu dan budaya edupreneurship akan mendapat dukungan. Edupreneurship membutuhkan dukungan dari pendidik yang memiliki jiwa teacherpreneur. Pendidik yang memiliki jiwa teacherpreneur adalah pendidik yang memiliki sifat-sifat kepemimpinan, menguasai banyak strategi mengajar yang inovatif, mempunyai gagasan dan strategi agar sekolah dapat meraih sukses yang tinggi, memiliki keterampilan dan komitmen untuk menyebarluaskan keahliannya kepada orang lain.
Pemberdayaan siswa
Sasaran akhir pengembangan edupreneurship adalah kesuksesan hidup lulusan. Orientasi lulusan pendidikan kejuruan adalah bekerja atau berwirausaha. Apapun jenis pekerjaannya, lulusan pendidikan kejuruan diharapkan mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap tuntutan kompetensi yang dibutuhkan masyarakat, dunia kerja, pengembangan profesional, dan ilmu pengetahuan. Kemampuan beradaptasi penting karena perubahan teknologi berjalan sangat cepat. Hampir semua pekerjaan di masa depan menggunakan teknologi, oleh sebab itu diperlukan lulusan yang mampu beradaptasi dengan teknologi baru.
Struktur kurikulum
Membangun edupreneurship menuntut perubahan kurikulum dan strategi pembelajaran. Kurikulum di lembaga edupreneurship juga harus fleksible, menyesuaikan dengan kebutuhan dunia kerja. Kurikulum yang selalu berubah menuntut strategi pembelajaran yang selalu up to date dan strategi pembelajaran yang berorientasi pada siswa agar siswa mampu berkreasi dalam memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi.
Model pembelajaran
Pembelajaran yang mampu membekali peserta didik untuk menjadi teacherpreneur adalah pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered learning). Peserta didik dituntut lebih aktif belajar dan pendidik memfasilitasi terjadinya proses belajar. Sumber belajar yang hanya mengandalikan satu buku teks sudah tidak mencukupi lagi untuk memenuhi kebutuhan belajar oleh sebab itu perlu disediakan berbagai sumber-belajar. Pembelajaran yang biasanya hanya menggunakan satu metode berubah menjadi pembelajaran yang menggunakan berbagai macam metode. Selain itu juga bisa menggunakan model pembelajaran teaching factory.
Pemberdayaan komite sekolah
Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, keluarga, dan masyarakat. Sekolah dapat mengikutsertakan masyarakat dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Tugas komite sekolah adalah memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada sekolah.
Manfaat dari kegiatan edupreneurship bagi warga sekolah adalah sebagai berikut:
Manfaat untuk siswa
Mengembangkan inovasi
Kegiatan edupreneurship ini bisa melatih siswa dalam mengembangkan inovasi yang mereka miliki. Inovasi merupakan suatu terobosan atau penemuan baru yang dikembangkan dari produk yang sudah diciptakan sebelumnya.
Meningkatkan kreativitas siswa
Kegiatan edupreneurship dalam pembelajaran ini juga dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengutarakan ide-idenya. Setiap siswa memiliki ide-ide yang cemerlang, dengan adanya wadah (sekolah) yang berfungsi sebagai tempat mereka menuangkan ide-ide kreativitasnya, mereka menjadi lebih bebas dan sekaligus bisa dipantau oleh para guru.
Melatih kedisiplinan
Dengan belajar enterpreneurship, siswa akan dilatih untuk disiplin waktu dan pekerjaan. Hal ini sama halnya dengan percobaan mereka sebelum bekerja di lapangan pekerjaan orang lain. Di dalam suatu pekerjaan, disiplin adalah salah satu kata kunci yang paling penting supaya bisa mendapatkan hasil yang maksimal. Hal ini juga diterapkan dalam pembelajaran kewirausahaan ini. Mereka dilatih untuk dapat disiplin dengan suatu produk yang ingin mereka ciptakan, baik dalam hal pengumpulan produk dan proses pembuatannya.
Melatih tanggungjawab
Edupreneurship dapat melatih siswa menjadi lebih bertanggung jawab dalam menjalankan dan mengerjakan tugas yang mereka buat. Tanggung jawab adalah salah satu yang harus dimiliki seseorang yang ingin berwirausaha, begitu juga yang akan terjadi dengan siswa ketika mempelajari edupreneurship. Dalam pembuatan produk, siswa akan terjun langsung dalam pembuatan produk tersebut. Berdasarkan apa yang dikerjakan siswa, kita dapat melihat bahwa mereka mulai bertanggung jawab dengan yang mereka buat dan memastikan bahwa hasil yang akan mereka berikan maksimal.
Memiliki sifat yang jujur
Hal lain yang dapat diambil dari pembelajaran ini, siswa dilatih untuk jujur dalam mengerjakan sesuatu. Kejujuran adalah hal utama yang harus dimiliki oleh seorang wirausahawan yang sukses, begitu juga dengan para pekerja lainnya.
Melatih siswa untuk menjadi lebih mandiri
Pembelajaran edupreneurship ini akan membantu siswa menjadi lebih mandiri dalam mengambil keputusan dan dalam mengerjakan sesuatu. Sifat mandiri ini wajib dimiliki oleh setiap orang, terutama bagi seseorang yang ingin mulai membuka usaha, mereka harus mengandalkan dirinya sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain supaya apa yang dikerjakannya dapat dipantau dan berjalan dengan baik.
Memiliki komitmen dan jiwa berkompetisi yang tinggi
Dengan apa yang mereka pelajari dalam pembelajaran edupreneurship, pada akhirnya siswa akan membuat suatu produk yang dapat dijual dan menarik perhatian konsumen. Di dalam kondisi yang seperti ini, jiwa kompetisi yang ada di dalam dirinya akan berkembang. Mereka akan berusaha untuk dapat menciptakan produk yang berkualitas dan diminati oleh masyarakat. Tentu saja hal pertama yang harus mereka miliki yaitu sebuah komitmen dan prinsip pada diri sendiri untuk bisa memberikan yang terbaik.
Manfaat untuk guru
Guru dapat mengembangkan potensinya dalam bidang entrepreneurship
Guru lebih banyak melakukan inovasi dalam pembelajaran dan berpikir kritis dalam menyelesaikan permasalahan
Manfaat untuk sekolah
Sekolah lebih siap terkait dengan pengembangan kewirausahaan di sekolah dan menyiapkan lulusan yang siap menjadi wirausahawan/ berwirausaha.
Menghasilkan income baik berupa finansial ataupun peningkatan kualitas pembelajaran.
Edupreneurship (Kewirausahaan di bidang pendidikan) dan entrepreneurship education (Pendidikan Kewirausahaan).
Edupreneurship adalah sekolah-sekolah yang selalu melakukan inovasi yang bermakna secara sistemik, perubahan transformasional, tanpa memperhatikan sumber daya yang ada, kapasitas saat ini atau tekanan nasional dalam rangka menciptakan kesempatan pendidikan baru dan keunggulan (Sugiyono, 2014). Edupreneurship adalah pendidikan yang berusaha mencetak peserta didik yang kreatif, inovatif, handal dalam menciptakan peluang, dan berani menghadapi tantangan hidup kedepannya (Sutrisno, 2017).
Entrepreneurship education atau pendidikan kewirausahaan adalah suatu bentuk pendidikan yang bertujuan untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan untuk menjadi seorang wirausaha atau pengusaha yang sukses. Dalam pendidikan kewirausahaan, peserta didik diajarkan tentang berbagai aspek yang terkait dengan memulai, mengembangkan, dan menjalankan bisnis, seperti perencanaan bisnis, manajemen keuangan, pemasaran, manajemen operasional, dan pengembangan produk.
Edupreneurship berorientasi pada prestasi yang dapat menambah keuntungan finansial. Penyelenggaraan kewirausahaan bidang pendidikan dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang tidak jauh berbeda dengan prinsip penyelenggaraan unit produksi/jasa (UP/J), teaching factory, bussines center, dan sejenisnya (Sugiyono, 2014).
Pembelajaran kewirausahaan SMK diimplementasikan dalam berbagai bentuk metode pembelajaran berbasis produksi dan bisnis antara lain: Teaching Factory, Teaching Industry, Hotel Training, Incubator Unit, Business Center di sekolah.
Tujuan akhir dari pembelajaran edupreneurship peserta didik diharapkan dapat mengembangkan potensi diri sebagai wirausaha dan berorientasi pada prestasi yang dapat menambah keuntungan finansial. Sedangkan tujuan akhir dari pembelajaran kewirausahaan, peserta didik diharapkan dapat mengembangkan potensi diri sebagai wirausaha, menghasilkan lapangan kerja baru, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Konsep pengembangan edupeneurship di sekolah
Pengembangan edupreneurship merupakan sebuah gagasan menyeluruh tentang bagaimana menyiapkan lulusan yang kompeten serta berjiwa wirausaha. Peta konsep yang ditawarkan untuk mengembangkan edupreneurship diilustrasikan pada gambar berikut:
Penjelasan dari diagram diatas adalah sebagai berikut:
Sekolah memiliki potensi yang beragam dari siswa dan guru, tidak semua siswa dan guru memiliki potensi untuk pengembangan edupreneurship di sekolah. Selain itu tantangan global semakin besar. Hal inilah yang mendasari dikembangkannya edupreneurship di sekolah karena peluang usaha yang terbuka lebar. Sekolah perlu merancang edupreneurship apa yang di kembangkan di sekolah.
Dalam mengembangkan edupreneurship harus dipersiapkan beberapa hal antara lain pemanfaatan sarana prasarana secara optimal, kerjasama dengan industry mutlak dilakukan diberbagai bidang jika ingin berkembang dengan baik. Dalam edupreneurship juga perlu dipersiapkan sumberdaya manusia baik dari siswa maupun guru untuk terlaksananya program ini. Pelayanan yang baik dan bermutu mutlak dilakukan agar konsumen tidak lari dan selalu terpuaskan dengan produk edupreneurship. Pemilihan produk juga perlu dilakukan untuk melihat potensi pasar yang ada sehingga produk yang dihasilkan laku dipasaran.
Diharapkan dengen program edupreneurship di sekolah dapat menghasilkan lulusan yang kompeten, berdaya saing tinggi, professional dan siap menghadapi tantangan. Selain itu juga terjadi peningkatan prestasi di bidang akademik dan non akademik serta dapat menghasilkan finansial untuk semua warga sekolah.
Dengan pelaksanaan edupreneurship seperti yang saya jelaskan di atas diharapkan sekolah akan terus mendapatkan kepercayaan dari Masyarakat, menghasilkan produk-produk yang bermutu dan terstandar sehingga banyak pelanggan yang puas dan akhirnya akan mendapatkan support dari berbagai pihak lain.
Implementasi edupreneurship di sekolah dapat dilakukan melalui teaching factory dan business center.
Teaching Factory
Teaching factory merupakan suatu konsep pembelajaran kontekstual yang mendekatkan siswa ke dalam situasi kerja yang sesungguhnya. Teaching factory merupakan sebuah replika industri, memiliki peralatan produksi setara dengan industri, menerapkan standar operasional prosedur yang sama dengan industri sehingga produksi barang dan jasapun sejajar dengan industri.
Tujuan pembelajaran teaching factory antara lain:
Mempersiapkan lulusan menjadi pekerja dan wirausaha
Meningkatkan kolaborasi antara sekolah dan industry melalui penyelarasan kurikulum, penyediaan instruktur dari industri, magang guru, alih teknologi dan budaya kerja
Meningkatkan kompetensi guru melalui magang guru, industry mengajar
Membantu siswa memilih bidang kerja yang sesuai dengan kompetensinya
Menumbuhkan kreatifitas siswa melalui learning by doing
Memberikan keterampilan yang dibutuhkan dalam dunia kerja
Memperluas cakupan kesempatan rekruitmen bagi lulusan
Membantu siswa dalam mempersiapkan diri menjadi tenaga kerja, serta membantu menjalin kerjasama dengan dunia kerja yang aktual;
Memberi kesempatan kepada siswa untuk melatih keterampilannya sehingga dapat membuat keputusan tentang karier yang akan dipilih.
Pelaksanaan teaching factory sesuai Panduan TEFA Direktorat PMK terbagi atas 4 model, dan dapat digunakan sebagai alat pemetaan SMK yang telah melaksanakan TEFA. Adapun model tersebut adalah sebagai berikut:
Model pertama, Dual Sistem dalam bentuk praktek kerja industri yaitu pola pembelajaran kejuruan di tempat kerja yang dikenal sebagai experience based training atau enterprise based training.
Model Kedua, Competency Based Training (CBT) atau pelatihan berbasis kompetensi merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada pengembangan dan peningkatan keterampilan dan pengetahuan peserta didik sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Pada metode ini, penilaian peserta didik dirancang sehingga dapat memastikan bahwa setiap peserta didik telah mencapai keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan pada setiap unit kompetensi yang ditempuh.
Model ketiga Production Based Education and Training (PBET) merupakan pendekatan pembelajaran berbasis produksi. Kompetensi yang telah dimliki oleh peserta didik perlu diperkuat dan dipastikan keterampilannya dengan memberikan pengetahuan pembuatan produk nyata yang dibutuhkan dunia kerja (industri dan masyarakat).
Model keempat, Teaching factory adalah konsep pembelajaran berbasis industri (produk dan jasa) melalui sinergi sekolah dan industri untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dengan kebutuhan pasar.
Business center
Business center adalah pusat kegiatan bisnis atau pusat kegiatan ekonomi yang bertujuan mencari keuntungan. Business center adalah nama lain dari unit produksi.
Cara pelaksanaan praktek business center untuk menumbuhkan jiwa wirausaha siswa antara lain:
Penanaman nilai-nilai kewirausahaan yang di implementasikan dalam praktek melalui pembelajaran kewirausahaan dan display.
Melayani konsumen dengan penuh percaya diri
Kreatifitas siswa dengan menentukan barang yang akan ditambah dan dikurangi serta kreatifitas dalam penataan barang
Antusias siswa dalam pelaksanaan praktik di business center
Pelaksanaan praktik dengan penerapan personal selling/ jiwa kepemimpinan
Disiplin masalah waktu dan pengelolaan barang
Bimbingan maupun pendampingan dari guru maupun pengelola business center secara langsung
Tiga hal penting dalam manajemen edupreneurship
Struktur organisasi
Membangun edupreneurship menuntut perubahan-perubahan visi, manajemen lembaga, dan budaya kerja organisasi. Oleh sebab itu, edupreneurship memerlukan dukungan manajemen organisasi yang lebih fleksibel terhadap perubahan. Dalam era global, manajemen lingkungan organisasi yang paling tepat adalah menggunakan open system yaitu mengambil sumber daya dari lingkungan eksternal dan mengubahnya menjadi barang dan jasa yang kemudian dikirim kembali ke lingkungan itu. Dalam dunia pendidikan, open system ini dapat diterapkan dengan memanfaatkan berbagai macam bentuk kerjasama dengan lingkungan eksternal seperti dengan dunia usaha dan dunia industri, komite sekolah, dan masyarakat umum. Kerjasama dilakukan untuk menyiapkan lulusan yang relevan dengan kebutuhan mereka, atau menghasilkan produk barang dan jasa yang dibutuhkan mereka.
Agar pengelolaan edupreneurship lebih fleksibel dan mampu beradaptasi dengan kebutuhan lingkungan, maka dalam satu sekolah perlu dibangun beberapa satuan tugas. Tiap satuan tugas dipimpin oleh ketua yang ahli dalam bidangnya. Setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda oleh sebab itu menempatkan orang pada posisi jabatan tertentu harus memperhatikan kemampuannya.
Struktur organisasi pendukung edupreneurship minimal memiliki tiga satuan tugas yaitu: akademik, non akademik dan profit. Bagian akademik berusaha untuk menggenjot prestasi akademik siswa, merancang kegiatan dan membuat proposal-proposal pengajuan dana kegiatan ke berbagai instansi pendonor. Bagian non akademik bertugas menyiapkan sikap dan kepribadian siswa dalam bekerja maupun bermasyarakat. Bagian profit bertugas menggali sumberdana dari berbagai sumberdaya yang dimiliki sekolah. Tiga satuan tugas ini bekerja secara sinergis untuk menyeimbangkan antara hard skill dan soft skill (cipta, rasa dan karsa atau knowledge, skill dan attitude). Dengan tiga komponen satuan tugas ini diharapkan akan tercipta lulusan yang pintar, kreatif dan kaya hati.
Penjaminan mutu
Mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan. Dalam konteks edupreneurship, di sekolah tidak hanya kemampuan akademik lulusan tetapi juga kemampuan non akademik dan kewirausahaan secara bersama-sama. Penjaminan mutu dalam edupreneurship di sekolah berupa penjaminan mutu produk dan mutu jasa pelayanan.
Produk-produk yang dihasilkan/ dijual dari kegiatan edupreneurship harus memiliki mutu produk yang baik dan terstandar industry. Dengan mutu produk yang baik maka pelanggan akan terpuaskan dan diharapkan dapat kembali lagi sebagai pelanggan.
Penjamiman mutu jasa pelayanan merupakan bagian dari fungsi manajemen organisasi yang melibatkan pelanggan. Pelanggan organisasi pendidikan adalah siswa, pemakai lulusan, orangtua siswa dan masyarakat lain yang berkepentingan.
Kunci keberhasilan lembaga terletak pada perspektif pelanggan. Sistem pelayanan yang ideal mendukung kemudahan akses bagi pelanggannya dan dilakukan untuk memuaskan pelanggan. Sistem tersebut bukan dibuat untuk mempermudah pegawai yang memberi pelayanan, bahkan mungkin pegawai harus bekerja lebih keras untuk memudahkan pelanggan. Pelayanan yang memuaskan diharapkan dapat menjaring pelanggan yang lebih banyak untuk bermitra dengan lembaga. Pelayanan yang baik juga dapat mendukung pelanggan supaya lebih loyal dan lebih puas. Dengan demikian, pertumbuhan, perluasan dan keuntungan lembaga akan meningkat dengan sendirinya.
Strategi pemasaran
Produk dan jasa edupreneurship perlu dikenal untuk digunakan oleh masyarakat luas. Pengguna produk dan jasa layanan pendidikan adalah orangtua siswa, instansi pemerintah, dunia usaha dan dunia industri serta masyarakat umum. Agar produk dikenal dan digunakan oleh masyarakat luas maka perlu dilakukan pemasaran. Pelanggan yang setia akan membeli merek yang sama, meskipun ada pengaruh situasional dan upaya pemasaran dari produk lain yang berpotensi menyebabkan konsumen beralih membeli produk atau menggunakan layanan jasa yang lain.
Strategi pemasaran adalah rencana yang dibuat oleh perusahaan untuk menentukan bagaimana dapat meningkatkan volume penjualan produknya dan dapat memenuhi serta memberikan kepuasan akan permintaan konsumen. Pemasaran yang sukses dimulai produk yang berkualitas karena dapat memberikan kepercayaan dan brand image positif bagi calon pembeli. Harga menjadi pertimbangan khususnya bagi konsumen kelas menengah ke bawah. Mereka sering mencari produk atau layanan jasa yang harganya relatif terjangkau. Produk yang bermutu dan harga terjangkau perlu dipromosikan agar dikenal oleh masyarakat calon pelanggan. Promosi dapat dilakukan melalui mass media cetak maupun elektronik seperti koran, internet, televisi, radio, selebaran leaflet, dll. Keluasan jangkauan wilayah pemasaran perlu mempertimbangkan kemampuan mendistribusikan barang yang dipasarkan. Konsumen cenderung membeli produk dari tempat yang terjangkau.
Ada beberapa strategi untuk meningkatkan omzet penjualan yang diterapkan pada masing-masing bagian pemasaran yaitu:
Product (produk)
Produk yang akan mendapat banyak permintaan adalah produk yang banyak dibutuhkan dan diinginkan masyarakat. Produsen perlu mengamati trend kebutuhan masyarakat yang sedang berkembang. Strategi yang banyak digunakan produsen untuk meningkatkan omzet penjualan adalah melalukan riset dan pengembangan produk. Pengembangan produk bisa dilakukan dengan design baru produk yang sudah ada atau membuat produk baru.
Produk edupreneurship perlu dikembangkan terus menerus agar mencapai standar kualitas tertentu. Dalam kontek akademik, pengembangan produk dilakukan melalui inovasi strategi, media, dan materi pembelajaran baru yang banyak dibutuhkan untuk bekal hidup mandiri. Dalam konteks bisnis, produk baru perlu dirancang mulai dari bahan baku, produksi, pengemasan dan pemasarannya. Produk yang banyak diminati pelanggan adalah produk-produk yang kreatif dan inovatif mengikuti perkembangan zaman.
Price (harga)
Harga menjadi faktor penting bagi konsumen dalam mengambil keputusan untuk melakukan transaksi pembelian. Dalam kebijaksanaan penentuan harga jual, pemasaran produk edupreneurship bidang layanan akademik perlu mempertimbangkan standar harga minimal, daya beli masyarakat dan harga yang ditawarkan lembaga pesaing. Kebijakan penentuan harga produk edupreneurship berupa barang mempertimbangkan harga dasar bahan baku, biaya produksi, pemasaran dan ongkos kirim.
Promotion
Promosi adalah kegiatan menginformasikan tentang produk yang dijual kepada konsumen atau pihak lain untuk mempengaruhi sikap dan perilaku mereka. Promosi penting dilakukan agar produk dikenal sasaran pengguna produk. Beberapa bentuk kegiatan-kegiatan promosi antara lain periklanan, personal selling, pameran, publikasi, seminar, pengabdian masyarakat, bakti sosial, dll. Saluran media promosi antara lain: koran, majalah, jurnal, internet, brosur, baleho, spanduk, dll.
Place
Place atau tempat dianalogikan sebagai tempat penjualan dan pembelian. Sebagian besar distribusi produk memilih perantara yang akan digunakan sebagai saluran distribusi. Pada saat ini berkembang sistem e-commerce, distribusi barang dilakukan jika ada pesanan produk lewat telpon atau secara on line. Pada umumnya, produsen mengirim barang dengan menggunakan jasa agen paket pengiriman barang. Barang yang sedang dikirim bisa dicek melalui fasilitas ekspedisi di internet sehingga penjual dan konsumen dapat saling tahu perjalanan barang yang sedang dikirim/dipesan sampai di mana.
People (Partisipan)
People adalah karyawan penyedia jasa layanan maupun penjualan, atau orang-orang yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam proses layanan itu sendiri. Pelanggan sering rela membayar mahal jika mendapat pelayanan yang memuaskan.
Process (Proses)
Proses adalah kegiatan yang menunjukkan bagaimana pelayanan diberikan kepada konsumen selama menggunakan jasa atau membeli barang. Hal-hal yang sering dituntut konsumen selama proses pelayanan antara lain: kecepatan pelayanan, kejelasan informasi pelayanan, kejelasan batas waktu atau jadwal setiap jenis layanan, metode atau cara pelayanan yang menyenangkan.
Physical evidence (kejadian fisik)
Physical evidence dapat berupa kejadian atau kondisi fisik yang tampak pada saat proses pelayanan berlangsung. Transaksi pelayanan jasa pada umumnya dilakukan pada suatu tempat oleh sebab itu kenyaman, keindahan, kebersihan, kerapihan, dan kelengkapan sarana prasarana pada tempat tersebut perlu diperhatikan agar memberi kesan positif yang mengundang pelanggan untuk datang kembali. Untuk menjaga agar pelanggan tetap setia menggunakan jasa yang ditawarkan maka perlu dilakukan:
Menjaga hubungan yang baik dengan pelanggan
Menghayati kebutuhan pelanggan oleh sebab itu jika ada usul atau komplain dari pelanggan harus segera ditanggapi
Pelanggan yang setia dapat menjadi alat promosi yang efektif untuk menarik minat pelanggan lainnya.
Pentingnya kerjasama dalam pengembangan edupreneurship
Terlaksananya program edupreneurship di sekolah tidak lepas dari adanya kerjasama antara sekolah dengan berbagai pihak salah satunya industri. Kemitraan dengan industry sangat penting karena dapat memberi manfaat akademis dan manfaat ekonomis kepada sekolah. Kemitraan antara SMK dengan industry dapat memberi manfaat akademis jika kemitraan memperoleh hasil yang dapat menambah substansi keilmuan untuk pembelajaran di SMK. Kemitraan antara SMK dengan industry dapat memberi manfaat ekonomis jika kemitraan dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya dan fasilitas yang ada secara bersama-sama supaya penyelenggaraan pendidikan lebih efektif dan efisien.
Kegiatan kemitraan antara guru SMK dengan industri dapat memperoleh kedua manfaat tersebut. Manfaat akademis diperoleh jika guru SMK mampu meningkatkan kompetensi dan penguasaan teknologi baru yang sedang berkembang di industri. Manfaat ekonomi diperoleh jika guru SMK melaksanakan sharing sumberdaya, pengembangan unit produksi, pengembangan edupreneurship dan penyaluran tenaga kerja ke industri.
Prinsip-prinsip kerjasama dalam edupreneurship
Prinsip kemitraan/ Kerjasama dalam edupreneurship adalah sebagai berikut:
Saling membutuhkan
Kemitraan dapat saling membutuhkan jika industri membutuhkan pasokan tenaga kerja lulusan SMK, bahan baku industri atau pemasaran produk kepada SMK sedangkan SMK membutuhkan industri sebagai tempat penyaluran tenaga kerja, tempat pelatihan, dll.
Saling mempercayai
Kemitraan dilakukan dengan saling mempercayai jika kedua pihak yang bermitra bersikap jujur dan terbuka terhadap apa yang diperoleh atau dimilikinya.
Saling memperkuat
Kerjasama dapat saling memperkuat untuk menghadapi pesaing dari luar, misalnya jika SMK menjadi pemasok bahan baku/sparepart yang dapat dipercaya, murah dan berkualitas. SMK diperkuat oleh industri jika mendapat kepercayaan untuk mengelola sebagian dari sistem produksi industri sehingga SMK mampu menjadi contoh bagi SMK lain.
Saling menguntungkan.
Kerjasama dapat memberi manfaat yang saling menguntungkan misalnya jika industri menjadi tempat magang guru SMK, industri memanfaatkan kerjasama ini untuk mengenalkan produk dan meningkatkan citra industri di masyarakat
Bentuk kerjasama dalam edupreneurship
Kegiatan kongkret yang dapat dilakukan pada kerjasama ini antara lain:
Guru SMK dan industri menyelenggarakan pelatihan keterampilan bersama di industry/ Magang guru
Industry menerima siswa praktek kerja lapangan siswa SMK dalam rangka mengembangkan keterampilan dalam pengelolaan edupreneurship.
Industri menerima produk yang dihasilkan SMK atau SMK turut memasarkan produk dari industry.
Pendampingan oleh industry dalam pelaksanaan unit produksi di sekolah
Penulis,
Suprap
Kepala SMK Muhammadiyah 04 Boyolali
Mahasiswa Magister Pendidikan Guru Vokasi (MPGV)
Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Jogjakarta